Total Tayangan Halaman

Rabu, 22 April 2015

PSIKOTERAPI (ARTIKEL 6)

PERSON CENTERED THERAPY (Part 1)
Konsep Dasar


§    Pandangan tentang sifat manusia
Pandangan client-centered tentang sifat manuisa menolak konsep tentang kecenderungan-kecenderungan negatif dasar. Pandangan tentang manusia yang positif ini memiliki implikasi-implikasi yang berarti bagi praktek terapi client-centered. Berkat pandangan filosofis bahwa individu memiliki kesanggupan yang inheren untuk menjauhi maladjustment menuju keadaan psikologis yang sehat, terapis meletakkan tanggung jawab utamanya bagi proses terapi pada klien. Model client-centered menolak konsep yang memandang terapis sebagai otoritas yang mengetahui yang terbaik dan yang memandang klien sebagai manusia pasif yang hanya mengikuti perintah-perintah terapis. Oleh karena itu, terapi client-centered berakar pada kesanggupan klien untuk sadar dan membuat keputusan.

§    Ciri-Ciri pendekatan Client-Centered
a.    Pendekatan client-centered difokuskan pada tanggung jawan dan kesanggupan klien untuk menemukan cara-cara menghadapi kenyataan secara lebih penuh
b.  Pendekatan client-centered menekankan dunia fenomenal klien
c.   Prinsip-prinsip terapi client-centered diterapkan pada individu dengan taraf psikologisnya yang relatif normal maupun pada individu yang derajat penyimpangan psikologisnya lebih besar



§    Unsur-Unsur Terapeutik
a.    Tujuan terapeutik
Tujuan dasar dari terapi ini adalah menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha membantu klien untuk menjadi seorang pribadi yang berfungsi penuh. Guna mencapai tujuan terapeutik tersebut, terapis perlu mengusahakan agar klien bisa memahami hal-hal yang ada dibalik topeng yang dikenakannya.
b.   Fungsi dan Peran Terapis
Peran terapis berakar pada cara-cara keberadaannya dan sikap-sikapnya, bukan pada penggunaan teknik-teknik yang dirancang untuk menjadikan klien“berbuat sesuatu”. Terapis harus bersedia menjadi nyata dalamhubungan dengan klien. Terapis menghadapi klien berlandaskan pengalaman dari saat ke saat dan membantu klien dengan jalan memasuki dunianya alih-alih menurut kategori-kategori diagnostik yang telah dipersiapkan. Melalui perhatian yang tulus, respek, penerimaan, dan pengertian terapis, klien bisa menghilangkan pertahanan-pertahanan dan persepsi-persepsinya yang kaku serta bergerak menuju taraf fungsi pribadi yang lebih tinggi.
c.   Teknik-teknik dan prosedur-prosedur terapeutik
Perkembangan pendekatan client-centered disertasi oleh peralihan dari penekanan pada teknik-teknik terapeutik kepada penekanan pada kepribadian, keyakinan-keyakinan, dan sikap-sikap terapis, serta pada hubungan terapeutik. Hubungan terapeutik, yang selanjutnya menjadi variabel yang sangat penting, tidak identik dengan apa yang dikatakan atau dilakukan terapis. Dalam kerangka client-centered, “teknik-teknik”-nya adalah pengungkapan dan pengkomunikasian penerimaan, respek, dan pengertian, serta berbagai upaya dengan klien dalam mengembangkan kerangka acuan internal dengan memikirkan, merasakan, dan mengeksplorasi. Menurut pandangan pendekatan client-centered, penggunaan teknik-teknik sebagai muslihat terapis akan mendepersonalisasi hubungan terapis klien. Teknik-teknik harus menjadi suatu pengungkapan yang jujur dari terapis, dan tidak bisa digunakan secara sadar diri sebab, dengan demikian, terapis tidak akan menjadi sejati.
Sumber:
Corey, G. (2003). Teori dan Praktek Konseling & Terapi. Bandung: PT Refika

Aditama

PSIKOTERAPI (ARTIKEL 5)

TERAPI HUMANISTIC EKSISTENSIAL (Part 2)
Konsep Dasar

§    Pandangan tentang Sifat Manusia
Pendektan terapi eksistensial bukan suatu pendekatan terapi tunggal, melainkan suatu pendekatan yang mencakup terapi-terapi yang berlainan yang kesemuanya berlandaskan konsep-konsep dan asumsi-asumsi tentang manusia.
a.    Kesadaran diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri itu pada seseorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada orang itu.
b.    Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan
Kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia. Kecemasan eksitensial juga disebabkan oleh kesadaran atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk mati (nonbeing). Kesadaran atas kematian memiliki arti penting bagi kehidupan individu sekarang, sebab kesadaran tersebut menghadapkan pada individu pada kenyataan bahwa ia memiliki waktu yang terbatas untuk mengaktualkan potensi-potensinya.
c.    Penciptaan makna
Manusia itu unik, dalam arti bahwa dia berusaha untuk menemukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Menjadi manusia juga berarti menghadapi kesendirian: manusia lahir ke dunia sendirian dan mati sendirian pula. Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang bermakna bisa menimbulkan kondisi-kondisi isolasi, depersonalisasi, alineasi, keterasingan dan kesepian. Patologi dipandang sebagai kegagalan menggunakan kebebasan untuk mewujudkan potensi-potensi seseorang.

§    Unsur-Unsur Terapi
§      Tujuan Terapeutik
Terapi eksistensial bertujuan agar klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak sesuai dengan kemampuannya. Pada dasarnya terapi eksistensial adalah meluaskan kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni menjadi bebas dan bertanggungjawab atas hidupnya. Terapi eksistensial juga bertujuan untuk membantu klien agr mampu menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakan memilih diri, dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekadar korban kekuatan-kekuatan deterministik di luar dirinya.
§      Fungsi dan Peran Terapis
Tugas utama terapis adalah berusaha memahami klien sebagai ada-dalam-dunia. May (1961) memandang tugas terapis di antaranya adalah membantu klien agar menyadari keberadaannya dalam dunia. Frankl (1959) menjabarkan peran terapis sebagai “spesialis mata ketimbang pelukis”, yang “bertugas” memperluas dan mamperlebar lapangan visual pasien sehingga spektrum keseluruhan dari makna dan nilai-nilai menjadi disadari dan dapat diamati oleh pasien.
§      Teknik-teknik Terapi
Tidak seperti kebanyakan pendekatan terapi, pedekatan eksistensial-humanistik tidak memiliki teknik-teknik yang ditentukan secara ketat. Prosedur-prosedur terapeutik dapat diambil dari beberapa pendekatan terapi lainnya. Metode-metode yang berasal dari terapi Gestalt dan Analisis Transaksional sering digunakan, dan sejumlah prisnsip dan prosedur psikoanalisis bisa diintegrasikan ke dalam pendekatan eksisensial-humanistik.
Sumber:
Corey, G. (2003). Teori dan Praktek Konseling & Terapi. Bandung: PT Refika Aditama



PSIKOTERAPI (ARTIKEL 4)

TERAPI PSIKOANALIS (Part 2)
Konsep Dasar

§    Struktur Kepribadian
Menurut pandangan psikoanalitik, struktur kepribadian terdiri dari tiga sistem yaitu id, ego dan superergo. Ketiganya adalah nama bagi proses-proses psikologis dan merupakan fungsi-fungsi kepribadian sebagai keseluruhan ketimbang sebagai tiga bagian yang terasing satu sama lain.
a.    Id
Merupakan komponen biologis dan bersifat tidak sadar. Id merupakan sistem kepribadian yang orisinil. Id merupakan tempat bersemanyamnya naluri-naluri. Id kurang terorganisasi, buta, menuntut dan mendesak. Id diatur oleh asas kesenangan  yang diarahkan pada pengurangan tegangan, penghindaran kesakitan, dan perolehan kesenangan, bersifat tidak logis, amoral dan didorong oleh satu kepentingan: memuaskan kebutuhan-kebutuhan naluriah sesuai dengan asa kesenangan. Id tidak pernah mtang dan selalu menjadi anak manja dari kepribadian tidak berpikir, dan hanya mengingikan atau bertindak
b.    Ego
Ego merupakan komponen psikologi yng memiliki kontak dengan dunia eksteral dari kenyataan. Ego adalah eksekutif dari kepribadian yang memerintah, mengendalikan dan mengatur. Tugas utama ego adalah megentarai antara naluri-naluri dengan lingkungan sekitar. Ego mengendalikan kesadaran dan melaksanakan sensor. Dengan diatur oleh asas kenyataan, ego berlaku realistis dan berpikir logis serta merumuskan rencana-rencana tindakan bagi pemuasan kebutuhan-kebutuhan. Ego adalah tempat bersemayam intelegensi dan rasionalitas yang mengawasi dan mengendalikan impuls-impuls buta dari id. Sementara id hanya mengenal kenyataan subjektif, ego memperbedakan bayangan-bayangan mental dengan hal-hal yang terdapat di dunia eksternal.
c.    Superego
Superego adalah cabang moral atau hukum dari kepribadian. Superego adalah kode moral individu yang urusan utamanya adalah apakah suatu tindakan baik atau buruk, benar atau salah. Superego mempresentasikan nilai-nilai tradisional dan ideal-ideal masyarakat yang diajarkan oleh orang tua kepada anak. Superego berfungsi menghambat impuls-impuls id. Superego berkaitan dengan imbalan-imbalan dan hukuman-hukuman.

§    Mekanisme Pertahan Ego
Mekanisme-mekanisme pertahanan ego itu tidak selalu patologis, dan bisa memiliki nilai penyesuaian jika tidak memiliki suatu gaya hidup untuk menghindari kenyataan. Mekanisme-mekanisme pertahanan yang digunakan individu bergantung pada taraf perkembangan dan derajat kecemasan yang dialaminya. Mekanisme-mekanisme pertahanan sama-sama memiliki dua ciri, yaitu menyangkal datau mendistorsi kenyataan dan beroperasi pada taraf tak sadar. Berikut merupakan bentuk-bentuk dari mekanisme pertahanan ego:
a.    Penyangkalan
Pertahanan melawan kecemasan dengan “menutup mata” terhadap keberadaan kenyataan yang mengancam. Individu menolak sejumlah aspek kenyataan yang membangkitkan kecemasan. Kecemasan atas kematian orang yang dicintai, misalnya, sering dimanifestasikan oleh penyangkalan terhadap fakta kematian. Dalam peristiwa-peristiwa tragis seperti perang atau bencana-bencana yang lainnya, orang-orang sering berkecenderungan membutakan diri terhadap kenyataan-kenyataan yang terlalu menyakitkan untuk diterima
b.    Proyeksi
Mengalamatkan sifat-sifat tertentu yang tidak bisa diterima oleh ego kepada orang lain. Misalnya A benci kepada B, namun superego menyatakan bahwa membenci bukanlah hal yang baik dan dapat diterima oleh masyarakat. Sehingga, untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan oleh individu A ia memproyeksikan bahwa B yang membenci A.
c.    Fiksasi
Menjadi “terpaku” pada tahap-tahap perkembangan yang lebih awal karena mengambil langkah ke tahap selanjutnya bisa menimbulkan kecemasan. Anak yang terlalu bergantung menunjukkan pertahanan berupa fiksasi; kecemasan menghambat si anak belajar mandiri.
d.    Regresi
Melangkah mundur ke fase perkembangan yang lebih awal yang tuntutan-tuntutannya tidak terlalu besar. Misalnya seorang anak yang takut sekolah memperlihatkan tingkah laku infantil seperti mengangis, bersembunyi dan menggantungkan diri pada guru.
e.    Rasionalisasi
Merupakan mekanisme pertahanan dimana individu menciptakan alasan-alasan yang “baik” guna menghindarkan ego dari cedera. Misalnya seorang pemuda yag ditinggalkan kekasihnya, guna menyembuhkan ego-nya yan terluka ia menghibur diri bahwa si gadis tidak berharga dan bahwa dirinya memang tidak baik untuknya.
f.    Sublimasi
Menggunakan jalan keluar yang lebih tinggi atau yang secara sosial lebih dapat diterima bagi dorongan-dorongannya. Contohnya, dorongan agresif yang ada pada seseorang disalurkan ke dalam aktivitas bersaing dibidang olah raga sehingga dia menemukan jalan bagi pengungkapan agresifnya.
g.    Displacement
Mengarahkan energi kepada objek atau orang lain apabila objek asal atau orang yang sesungguhnya tidak bisa dijangkau. Misalnya seseorang anak yang merasa kesal karena dinasehati oleh orangtuanya kemudian membanting pintu karena ia tidak dapat menyalurkan rasa kesalnya kepada orangtuanya.
h.    Represi
Melupakan isi kesadaran yang traumatis atau bisa membangkitkan kecemasan; mendorong kenyataan yang tidak bisa diterima kapada ketaksadaran atau menjadi tidak menyaadari hal-hal yang menyakitkan. Represi, yang merupakan salah satu konsep Freud paling penting, menjadi basis bagi banyaj pertahanan ego lainnya dan bagi gangguan-gangguan neurotik.
i.     Reaksi Formasi
Melakukan tindakan-tindakan yang berlawanan dengan hasrat-hasrat tak sadar. Jika perasaan-perasaan lebih dalam menimbulkan ancaman, maka seseorang menampilkan tingkah laku yang berlawanan guna menyangkal perasaan-perasaan yang bisa menimbulkan ancaman-ancaman itu. Orang yang menunjukkan sikap menyenangkan yang berlebihan atau terlalu baik boleh jadi berusaha menutupi kebencian atau perasaan-perasaan negatifnya.

§    Perkembangan Psikoseksual
a.    Fase Oral (0-1 tahun)
Tugas perkembangan utama fase oral adalah memperoleh rasa percaya, percaya kepada orang lain, kepada dunia dan kepada diri sendiri. Cinta adalah perlindungan terbaik terhadap ketakukan, ketidakamanan. Anak-anak yang dicintai oleh orang lain hanya akan mendapat sedikit kesulitan dalam menerima dirinya sendiri. Sedangkan anak yang merasa tidak diinginkan,tidak diterima, dan tidak dicintai cenderung mengalami kesulitan yang besar dalam menerima diri sendiri. Efek penolakan pada fase oral adalah kecenderungan di masa kanak-kanak selanjutnya untuk menjadi penakut, tidak aman, haus akan perhatian, iri, agresif, benci dan kesepian.
b.    Fase Anal (1-3 tahun)
Tugas perkembangan pada fase anal adalah belajar mandiri, memiliki kekuatan pribadi dan otonomi, serta belajar bagaimana mengakui dan menangani perasaan-perasaan yang negatif.
c.    Fase Falik (3-5 tahun)
Fase falik adalah periode perkembangan hati nurani, suatu masa ketika anak-anak belajar mengenal standar-standar moral. Selama fase falik anak perlu belajar menerima perasaan-perasaan seksualnya sebagai hal yang alamiah dan belajar memandang tubuhnya sendiri secara sehat. Mereka membutuhkan model-model yang memadai bagi identifikasi peran seksual. Pada fase falik ini anak membentuk sikap-sikap mengenai kesenangan fisik , mengenai apa yang “benar” dan yang “salah” serta mengenai apa yang “maskulin” dan yang “feminin”.

§    Unsur-Unsur Terapi
a.    Tujuan terapeutik
Tujuan terapi psikoanalitik adalah membentuk kembali struktur karakter individual dengan jalan membuat kesadaran yang tak disadari di dalam diri klien. Proses terapeutik difokuskan pada upaya mengalami kembali pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak. Pengalaman-pengalaman masa lampau direkonstruksikan, dibahas, dianalisis, dan ditafsirkan dengan sasaran merekonstruksi kepribadian. Terapi psikoanalitik menekankan dimensi afektif dari upaya menjadikan ketaksadaran diketahui. Pemahaman dan pengertian intelektual memiliki arti penting, tetapi perasaan-perasaan dan ingatan-ingatan yang berkaitan dengan pemahaman diri lebih penting lagi.

b.    Fungsi dan Peran Terapis
Karakteristik psikoanalisis adalah, terapis atau analis membiarkan dirinya anonim serta hanya berbagi sedikit perasaan dan pengalaman sehingga klien memproyeksikan dirinya kepada analis. Proyeksi-proyeksi klien, yang menjadi bahan terapi, ditafsirkan dan dianalisis. Analis terutama berurusan dengan usaha membantu klien dalam mencapai kesadaran diri, kejujuran, keefektifan dalam melakukan hubungan personal, dalam menangani kecemasan secara realisitis, serta dalam memperoleh kendali atas tingkah laku yang impulsif dan rasional. Salah satu fungsi utama analis adalah mengajarkan arti proses-proses ini kepadaklien sehinggaklien mampu memperoleh pemahaman terhadap masalah-masalahnya sendiri, mengalami peningkatan kesadaran atas cara-cara untuk berubah dan, dengan demikian, memperoleh kendali yang lebih rasional atas kehidupannya sendiri.

c.    Teknik-Teknik Terapi
§      Asosiasi Bebas
Asosiasi bebas adalah suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman masa lampau dan pelepasan emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi-situasi traumatik dimasa lampau yang dikenal dengan sebutnan katarsis.
§      Penafsiran
Penafsiran adalah suatu prosedur dasar dalam menganalisis asosiasi-asosiasi bebas, mimpi-mimpi, resistensi-resistensi dan transferensi-trasnferensi. Fungsi penafsiran-penafsiran adalah mendorong ego untuk mengasimilasi bahan-bahan baru dan mempercepat proses penyingkapan bahan tak sadar lebih lanjut.
§      Analisis mimpi
Analisis mimpi adalah sebuah prosedur yang penting untuk menyingkap bahan yang tak disadari dan memberikan kepada klien pemahaman atas beberapa area masalah yang tidak terelakkan.
§      Analisis dan penafsiran resistensi
Resistensi, sebuah konsep yang fundamental dalam praktek terapi psikoanalitik, adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien mengemukakan bahan yang tak disadari.
§      Analisis dan penafsiran trasnferensi
Analisis transferensi adalah teknik yang utama dalam psikoanalisis, sebab mendorong klien untuk menghidupkan kembali masa lampaunya dalam terapi. Ia memungkinkan klien mampu memproleh pemahaman atas sifat dari fikasi-fiksasi dari deprivasi-deprivasinya, dan menyajikan pemahaman tentang pengaruh masa lampau terhadap kehidupannya sekarang.

Sumber:
Corey, G. (2003). Teori dan Praktek Konseling & Terapi.

Bandung: PT Refika Aditama

PSIKOTERAPI (ARTIKEL 3)

PERSON CENTERED THERAPY (Part 1)


Carl Rogers mengembangkan client-centered sebagai reaksi apa yang disebutnya sebagai keterbatasan-keterbatasan mendasar dari psikoanalisis. Pada hakikatnya, pendekatan client-centered adalah cabang khusus dari terapi humanistik yang menggarisbawahi tindakan mengenai klien berikut dunia subjektif dan fenomenalnya. Terapis berfungsi terutama sebagai penunjang pertumbuhan pribadi kliennya dengan jalan membantu kliennya itu dalam menemukan kesanggupan-kesanggupan untuk memecahkan masalah-masalah.
Pendekatan client-centered menaruh kepercayaan yang besar pada kesanggupan klien untuk mengikuti jalan terapi dan menemukan arahnya sendiri. Hubungan terapeutik antara terapis dan  klien merupakan katalisator bagi perubahan; klien menggunakan hubungan yang unik sebagai alat untuk meningkatkan kesadaran dan untuk menemukan sumber-sumber terpendam yang bisa digunakan secara konstruktif dalam pengubahan hidupnya.
Sumber:
Corey, G. (2003). Teori dan Praktek Konseling & Terapi. Bandung:
PT Refika Aditama


PSIKOTERAPI (ARTIKEL 2)

TERAPI HUMANISTIK EKSISTENSIAL (Part 1)


Psikologi telah lama didominasi oleh pendekatan empiris terhadap studi tentan gtingkah laku individu. Banyak ahli psikologi Amerika yang menunjukkan kepercayaan pada definisi-definisi operasional dan hipotesis-hipotesis yang bisa diuji serta memandang usaha memperoleh data empiris sebagai satu-satunya pendekatan yang sahih guna emperoleh informasi mengenai tingkah laku manusia. Di masa lalu tidak terdapat bukti adanya minat yang serius terhadap aspek-aspek filosofis dari konseling dan psikoterapi. Pendekatan esksistensial-humanistik, menekankan renungan-renungan filososfis tentang apa artinyamenjadi manusia yang utuh. Banyak ahli psikologi yang berorientasi eksistensial yang mengajukan argumaen menentang pemabahasan studi tingkah laku manusia pada metode-metode yang digunakan oleh ilmu pengetahuan alam. Sebagai contoh, Bugental (1965), Rogers (1961), Rollo May  (1953, 1958, 1961, 1967, 1969), Frankl (1959, 1963), Jourard (1968, 1971), Maslow (1968, 1970), Arbuckle (1975) yang mengemukakan kebutuhan psikologi akas suatu perspektif yang lebih luas mencakup pengalaman subjektif klien atas dunia pribadinya.
Tujuan dasar banyak pendekatan psikoterapi adalah membantu individu agar mampu bertindak, menerima kebebasan dan tanggung ajwab untuk tindakan-tindakannya. Terapi eksistensial terutama, berpijak pada premis bahwa manusia tidak bisa melarikan diri dari kebebasan dan bahwa kebebasan dan tanggung jawab itu saling berkaitan. Dalam penerapan-penerpan terapeutiknya, pendekatan eksistensial-humanistik memusatkan perhatian pada asumsi-asumsi filosofis yang melandasi terapi. Pendekatan eksistensial-humanistik menyajikan suatu landasan filosofis bagi orang-orang dalam hubungan dengan sesamanya menjadi ciri khas, kebutuhan yang unik dan menjadi tujuan konselingnya, dan yang melalui implikasi-implikasi bagi usaha membantu individu dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan dasar yang menyangkut keberadaan manusia.
Sumber:

Corey, G. (2003). Teori dan Praktek Konseling & Terapi. Bandung: PT Refika Aditama

PSIKOTERAPI (ARTIKEL 1)

TERAPI PSIKOANALISIS (Part 1)


Salah satu aliran utama dalam sejarah psikologi adalah terori psikoanalisik yang dikemukakan oleh Sigmund Freud. Psikoanalsis adalah sebuah model perkembangan kepribadian, filsafat tentang sifat manusia, dan metode psikoterapi. Secara historis psikoanalisis adalah aliran pertama dari tiga aliran utama psikologi. Aliran psikologi yang kedua ialah behaviorisme, sedangkan yang ketiga atau disebut juga “kekuatan ketiga” adalah psikologi eksistensial-humanistik. Penting untuk diingat bahwa Freud adalah pencipta pendekatan psikodinamika terhadap psikologi, yang memberikan pandangan baru pada psikologi dan menemukan cakrawala-cakrawala baru. Freud, misalnya membangkitkan minat terhadap motivasi tingkah laku. Ia juga mengundang banyak kontroversi, eksplorasi, penelitian, dan menyajikan landasan tempat bertumpu sistem-sistem yang muncul kemudian.
Sumbangan utama yang bersejarah dari teori dan praktek psikoanalis mencakup:
1.     Kehidupan mental individu menjadi bisa di[ahami, dan pemahaman terhadap sifat manusia bisa diterapkan pada perbedaan penderitaan manusia
2.    Tingkah laku sering diketahui ditentukan oleh faktor-faktor tak sadar (unconciousness)
3.    Perkembangan pada masa kanak-kanak memiliki pengaruh yang kuat terhadap kepribadian dimasa dewasa.
4.    Teori psikoanalitik memiliki kerangka kerja yang berharga untuk memahami cara-cara yang digunakan oleh individu dalam mengatasi kecemasan dengan mengandaikan adanya mekanisme-mekanisme yang bekerja untuk menghindari luapan kecemasan
5.    Pendekatan psikoanalitik telah memberikan cara-cara mencari keterangan dari ketaksadaran melalui analisis atas mimpi-mimpi, resistensi-resistensi dan trasferensi-transferensi.

Sumber:
Corey, G. (2003). Teori dan Praktek Konseling & Terapi. Bandung: PT Refika
Aditama