TERAPI PSIKOANALIS (Part 2)
Konsep
Dasar
§
Struktur Kepribadian
Menurut
pandangan psikoanalitik, struktur kepribadian terdiri dari tiga sistem yaitu id, ego
dan superergo. Ketiganya adalah nama
bagi proses-proses psikologis dan merupakan fungsi-fungsi kepribadian sebagai
keseluruhan ketimbang sebagai tiga bagian yang terasing satu sama lain.
a.
Id
Merupakan komponen biologis dan bersifat tidak
sadar. Id merupakan sistem kepribadian
yang orisinil. Id merupakan tempat bersemanyamnya naluri-naluri. Id kurang terorganisasi, buta, menuntut
dan mendesak. Id diatur oleh asas
kesenangan yang diarahkan pada
pengurangan tegangan, penghindaran kesakitan, dan perolehan kesenangan, bersifat
tidak logis, amoral dan didorong oleh satu kepentingan: memuaskan
kebutuhan-kebutuhan naluriah sesuai dengan asa kesenangan. Id tidak pernah mtang dan selalu menjadi anak manja dari
kepribadian tidak berpikir, dan hanya mengingikan atau bertindak
b.
Ego
Ego
merupakan komponen psikologi yng memiliki kontak dengan dunia eksteral dari
kenyataan. Ego adalah eksekutif dari
kepribadian yang memerintah, mengendalikan dan mengatur. Tugas utama ego adalah megentarai antara
naluri-naluri dengan lingkungan sekitar. Ego
mengendalikan kesadaran dan melaksanakan sensor. Dengan diatur oleh asas
kenyataan, ego berlaku realistis dan
berpikir logis serta merumuskan rencana-rencana tindakan bagi pemuasan
kebutuhan-kebutuhan. Ego adalah
tempat bersemayam intelegensi dan rasionalitas yang mengawasi dan mengendalikan
impuls-impuls buta dari id. Sementara
id hanya mengenal kenyataan
subjektif, ego memperbedakan
bayangan-bayangan mental dengan hal-hal yang terdapat di dunia eksternal.
c.
Superego
Superego adalah
cabang moral atau hukum dari kepribadian. Superego
adalah kode moral individu yang urusan utamanya adalah apakah suatu tindakan
baik atau buruk, benar atau salah. Superego
mempresentasikan nilai-nilai tradisional dan ideal-ideal masyarakat yang
diajarkan oleh orang tua kepada anak. Superego
berfungsi menghambat impuls-impuls id.
Superego berkaitan dengan imbalan-imbalan dan hukuman-hukuman.
§
Mekanisme Pertahan Ego
Mekanisme-mekanisme
pertahanan ego itu tidak selalu patologis, dan bisa memiliki nilai penyesuaian
jika tidak memiliki suatu gaya hidup untuk menghindari kenyataan.
Mekanisme-mekanisme pertahanan yang digunakan individu bergantung pada taraf
perkembangan dan derajat kecemasan yang dialaminya. Mekanisme-mekanisme
pertahanan sama-sama memiliki dua ciri, yaitu menyangkal datau mendistorsi
kenyataan dan beroperasi pada taraf tak sadar. Berikut merupakan bentuk-bentuk
dari mekanisme pertahanan ego:
a.
Penyangkalan
Pertahanan melawan kecemasan dengan “menutup mata”
terhadap keberadaan kenyataan yang mengancam. Individu menolak sejumlah aspek
kenyataan yang membangkitkan kecemasan. Kecemasan atas kematian orang yang
dicintai, misalnya, sering dimanifestasikan oleh penyangkalan terhadap fakta
kematian. Dalam peristiwa-peristiwa tragis seperti perang atau bencana-bencana
yang lainnya, orang-orang sering berkecenderungan membutakan diri terhadap
kenyataan-kenyataan yang terlalu menyakitkan untuk diterima
b.
Proyeksi
Mengalamatkan sifat-sifat tertentu yang tidak bisa
diterima oleh ego kepada orang lain. Misalnya A benci kepada B, namun superego
menyatakan bahwa membenci bukanlah hal yang baik dan dapat diterima oleh
masyarakat. Sehingga, untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan oleh individu A
ia memproyeksikan bahwa B yang membenci A.
c.
Fiksasi
Menjadi “terpaku” pada tahap-tahap perkembangan
yang lebih awal karena mengambil langkah ke tahap selanjutnya bisa menimbulkan
kecemasan. Anak yang terlalu bergantung menunjukkan pertahanan berupa fiksasi;
kecemasan menghambat si anak belajar mandiri.
d.
Regresi
Melangkah mundur ke fase perkembangan yang lebih
awal yang tuntutan-tuntutannya tidak terlalu besar. Misalnya seorang anak yang
takut sekolah memperlihatkan tingkah laku infantil seperti mengangis,
bersembunyi dan menggantungkan diri pada guru.
e.
Rasionalisasi
Merupakan mekanisme pertahanan dimana individu
menciptakan alasan-alasan yang “baik” guna menghindarkan ego dari cedera. Misalnya seorang pemuda yag ditinggalkan
kekasihnya, guna menyembuhkan ego-nya
yan terluka ia menghibur diri bahwa si gadis tidak berharga dan bahwa dirinya
memang tidak baik untuknya.
f.
Sublimasi
Menggunakan jalan keluar yang lebih tinggi atau
yang secara sosial lebih dapat diterima bagi dorongan-dorongannya. Contohnya,
dorongan agresif yang ada pada seseorang disalurkan ke dalam aktivitas bersaing
dibidang olah raga sehingga dia menemukan jalan bagi pengungkapan agresifnya.
g.
Displacement
Mengarahkan energi kepada objek atau orang lain
apabila objek asal atau orang yang sesungguhnya tidak bisa dijangkau. Misalnya seseorang
anak yang merasa kesal karena dinasehati oleh orangtuanya kemudian membanting
pintu karena ia tidak dapat menyalurkan rasa kesalnya kepada orangtuanya.
h.
Represi
Melupakan isi kesadaran yang traumatis atau bisa
membangkitkan kecemasan; mendorong kenyataan yang tidak bisa diterima kapada
ketaksadaran atau menjadi tidak menyaadari hal-hal yang menyakitkan. Represi,
yang merupakan salah satu konsep Freud paling penting, menjadi basis bagi
banyaj pertahanan ego lainnya dan bagi gangguan-gangguan neurotik.
i.
Reaksi Formasi
Melakukan tindakan-tindakan yang berlawanan dengan
hasrat-hasrat tak sadar. Jika perasaan-perasaan lebih dalam menimbulkan
ancaman, maka seseorang menampilkan tingkah laku yang berlawanan guna
menyangkal perasaan-perasaan yang bisa menimbulkan ancaman-ancaman itu. Orang
yang menunjukkan sikap menyenangkan yang berlebihan atau terlalu baik boleh
jadi berusaha menutupi kebencian atau perasaan-perasaan negatifnya.
§
Perkembangan Psikoseksual
a.
Fase Oral (0-1 tahun)
Tugas perkembangan utama fase oral adalah
memperoleh rasa percaya, percaya kepada orang lain, kepada dunia dan kepada
diri sendiri. Cinta adalah perlindungan terbaik terhadap ketakukan,
ketidakamanan. Anak-anak yang dicintai oleh orang lain hanya akan mendapat
sedikit kesulitan dalam menerima dirinya sendiri. Sedangkan anak yang merasa tidak
diinginkan,tidak diterima, dan tidak dicintai cenderung mengalami kesulitan
yang besar dalam menerima diri sendiri. Efek penolakan pada fase oral adalah
kecenderungan di masa kanak-kanak selanjutnya untuk menjadi penakut, tidak
aman, haus akan perhatian, iri, agresif, benci dan kesepian.
b.
Fase Anal (1-3 tahun)
Tugas perkembangan pada fase anal adalah belajar
mandiri, memiliki kekuatan pribadi dan otonomi, serta belajar bagaimana
mengakui dan menangani perasaan-perasaan yang negatif.
c.
Fase Falik (3-5 tahun)
Fase falik adalah periode perkembangan hati
nurani, suatu masa ketika anak-anak belajar mengenal standar-standar moral.
Selama fase falik anak perlu belajar menerima perasaan-perasaan seksualnya
sebagai hal yang alamiah dan belajar memandang tubuhnya sendiri secara sehat.
Mereka membutuhkan model-model yang memadai bagi identifikasi peran seksual.
Pada fase falik ini anak membentuk sikap-sikap mengenai kesenangan fisik ,
mengenai apa yang “benar” dan yang “salah” serta mengenai apa yang “maskulin”
dan yang “feminin”.
§
Unsur-Unsur Terapi
a.
Tujuan terapeutik
Tujuan terapi psikoanalitik adalah membentuk
kembali struktur karakter individual dengan jalan membuat kesadaran yang tak
disadari di dalam diri klien. Proses terapeutik difokuskan pada upaya mengalami
kembali pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak. Pengalaman-pengalaman masa
lampau direkonstruksikan, dibahas, dianalisis, dan ditafsirkan dengan sasaran
merekonstruksi kepribadian. Terapi psikoanalitik menekankan dimensi afektif
dari upaya menjadikan ketaksadaran diketahui. Pemahaman dan pengertian
intelektual memiliki arti penting, tetapi perasaan-perasaan dan ingatan-ingatan
yang berkaitan dengan pemahaman diri lebih penting lagi.
b.
Fungsi dan Peran Terapis
Karakteristik psikoanalisis adalah, terapis atau
analis membiarkan dirinya anonim serta hanya berbagi sedikit perasaan dan
pengalaman sehingga klien memproyeksikan dirinya kepada analis.
Proyeksi-proyeksi klien, yang menjadi bahan terapi, ditafsirkan dan dianalisis.
Analis terutama berurusan dengan usaha membantu klien dalam mencapai kesadaran
diri, kejujuran, keefektifan dalam melakukan hubungan personal, dalam menangani
kecemasan secara realisitis, serta dalam memperoleh kendali atas tingkah laku
yang impulsif dan rasional. Salah satu fungsi utama analis adalah mengajarkan
arti proses-proses ini kepadaklien sehinggaklien mampu memperoleh pemahaman
terhadap masalah-masalahnya sendiri, mengalami peningkatan kesadaran atas
cara-cara untuk berubah dan, dengan demikian, memperoleh kendali yang lebih
rasional atas kehidupannya sendiri.
c.
Teknik-Teknik Terapi
§
Asosiasi Bebas
Asosiasi bebas adalah suatu metode pemanggilan
kembali pengalaman-pengalaman masa lampau dan pelepasan emosi-emosi yang
berkaitan dengan situasi-situasi traumatik dimasa lampau yang dikenal dengan
sebutnan katarsis.
§
Penafsiran
Penafsiran adalah suatu prosedur dasar dalam
menganalisis asosiasi-asosiasi bebas, mimpi-mimpi, resistensi-resistensi dan
transferensi-trasnferensi. Fungsi penafsiran-penafsiran adalah mendorong ego
untuk mengasimilasi bahan-bahan baru dan mempercepat proses penyingkapan bahan
tak sadar lebih lanjut.
§
Analisis mimpi
Analisis mimpi adalah sebuah prosedur yang penting
untuk menyingkap bahan yang tak disadari dan memberikan kepada klien pemahaman
atas beberapa area masalah yang tidak terelakkan.
§
Analisis dan penafsiran resistensi
Resistensi, sebuah konsep yang fundamental dalam
praktek terapi psikoanalitik, adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi
dan mencegah klien mengemukakan bahan yang tak disadari.
§
Analisis dan penafsiran trasnferensi
Analisis transferensi adalah teknik yang utama
dalam psikoanalisis, sebab mendorong klien untuk menghidupkan kembali masa
lampaunya dalam terapi. Ia memungkinkan klien mampu memproleh pemahaman atas
sifat dari fikasi-fiksasi dari deprivasi-deprivasinya, dan menyajikan pemahaman
tentang pengaruh masa lampau terhadap kehidupannya sekarang.
Sumber:
Corey, G. (2003). Teori dan Praktek Konseling
& Terapi.
Bandung: PT Refika Aditama