PSIKOTERAPI
§
Pengertian Psikoterapi
Psikoterapi
adalah suatu interaksi sistematis antara pasien dan terapis menggunakan
prinsip-prinsip psikologis untuk membantu menghasilkan perubahan dalam tingkah
laku, pikiran, dan perasaan pasien supaya membantu pasien mengatasi tingkah
laku abnormal dan memecahkan masalah-masalah dalam hidup atau berkembang
sebagai seorang individu. Ciri-ciri dari definisi mengenai psikoterapi akan
dijelaskan dalam uraian yang berikut.
1.
Interaksi
sistematis. Psikoterapi adalah suatu proses yang menggunakan
suatu interaksi antara pasien dan terapis. Kata sistematis di sini berarti
terapis menyusun interaksi-interaksi dengan suatu rencana dan tujuan khusus
yang menggambarkan segi pandangan teoretis terapis.
2.
Prinsip-prinsip
psikologis. Psikoterapis menggunakan prinsip-prinsip penelitian,
dan teori-teori psikologis serta menyusun interaksi terapeutik.
3.
Tingkah
laku, pikiran, dan perasaan. Psikoterapi memusatkan perhatian
utuk membanttu pasien mengadakan perubahan-perubahan behavior, kognitif, dan
emosional serta membantunya supaya menjalani kehidupan yang lebih penuh dan
memuaskan. Psikoterapi mungkin diarahkan pada salah satu atau semua ciri dari
fungsi psikologis ini.
4.
Tingkah
laku abnormal, memecahkan masalah, dan pertumbuhan pribadi.
Sekurang-kurangnya ada tiga kelompok pasien yang dibantu oleh psikoterapi. Kelompok pertama adalah orang-orang yang
mengalami masalah-masalah tingkah laku abnormal, seperti gangguan suasan hati,
gangguan penyesuaian diri, gangguan kecemasan, atau skizofrenia. Untuk beberapa
gangguan ini, terutama gangguan bipolar dan skizofrenia terapi biologis umumnya
memainkan peranan utama dalam perawatan. Meskipun demikian, selain perawatan
biologis, psikoterapi membantu pasien belajar tentang belajar tentang dirinya
sendiri dan memperoleh keterampilan-keterampilan yang akan memudahkannya
menanggulangi tantangan hidup dengan lebih baik. Kelompok kedua adalah orang-orang yang meminta bantuan untuk
menangani hubungan-hubugan yang bermasalah atau menangani masalah-masalah
pribadi yang tidak cukup berat untuk dianggap abnormal, seperti perasaan malu
atau bingung mengenai pilihan-pilihan karier. Kelompok ketiga adalah orang-orang yang mencari psikoterapi karena
psikoterapi dianggap sebagai sarana untuk memperoleh pertumbuhan pribadi. Bagi
mereka, psikoterapi adalah sarana untuk penemuan diri dan peningkatan kesadaran
yang akan membantu mereka untuk mencapai potensi yang penuh sebagai manusia.
Eysenck (1961), merumuskan
psikoterapi dalam beberapa ciri yakni:
1.
Hubungan antar perorangan yang berlangsung
lama
2.
Melibatkan seorang yang terlatih
3.
Adanya ketidakpuasan padadiri klien tentang
sesuatu yang emosional atau penyesuaian diri
4.
Pemakaian metode psikologi
5.
Aktivitas yang mendasarkan pada teori
tentang kelainan mental
6.
Melalui hubungan yang dilakukan, bertujuan
memperbaiki ketidakpuasannya terhadap diri sendiri
Perumusan
oleh Eysenck ini juga menunjukkan adanya faktor yang mendalam, yakni faktor
emosi dan karena itu membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menanganinya dan
memerlukan landasan teori yang cukup mantap untuk kelainan mental, juga
mengenai hambatan atau gangguan perilaku.
§
Tujuan Psikoterapi
Dalam
bidang penyakit mental, terapi dalam bentuk apa saja (apakah itu psikoterapi
atau somatoterapi) dipakai untuk membina hubungan yang lebih efektif antara
individu dengan lingkungannya serta membangkitkan perasaan aman dan sejahtera
dalam dirinya. Harus dikemukakan di sini bahwa tujuan terapi dalam setiap kasus
individual tergantung pada faktor-faktor tertentu yang kira-kira konsisten
(penemuan-penemuan dalam diagnosis dan sejarah pribadi pasien) dan
faktor-faktor lain yang berasal dari luar dan yang berguna bagi pasien di luar
pengalaman terapi (situasi keluarga, sosial, dan ekonomi). Bahkan dalam satu
wujud diagnosis saja, para pasien membawa kapasitas-kapasitas yang berbeda-beda
untuk menciptakan hubungan yang memuaskan dan tujuan harus ditetapkan sesuai
dengan itu.
Ada
lima tujuan psikoterapi dan kebanyakan terapi memusatkan perhatian pada salah
satu atau lebih di antara tujuan-tujuan itu. Kelima tujuan tersebut dapat
diutarakan dibawah ini (Huffman, et al.,
1997)
1.
Pikiran-pikiran
kalut. Individu –individu yang mengalami kesulitan secara
khas menderita konfusi, pola-pola pikiran yang destruktif atau tidak memahami
masalah-masalah mereka sendiri. Para terapis berusaha mengubah pikiran-pikiran
ini dan memberikan ide-ide atau informasi baru, dan membimbing individu-
individu tersebut untuk menemukan pemecahan-pemecahan terhadap masalah-masalah
mereka sendiri.
2.
Emosi-emosi
yang kalut. Orang-orang yang mencari terapi pada umumnya
mengalami emosi yang sangat tidak menyenangkan. Dengan mendorong pasien untuk
mengungkapkan secara bebas perasaan-perasaan dan memberikan suatu lingkungan yang
menunjang para terapis membantu mereka menggantikan perasaan-perasaan tersebut,
seperti perasaaan putus asa dan tidak mampu dengan perasaan-perasaan yang
mengandung harapan dan percaya akan diri sendiri.
3.
Tingkah
laku-tingkah laku yang kalut. Individu-individu yang
mengalami kesulitan biasanya menghilangkan tingkah laku-tingkah laku yang
mengandug masalah. Para terapis membantu pasien-pasien mereka menghilangkan
tingkah laku-tingkah laku yang mengganggu itu dan membimbing mereka kepada
kehidupan yang lebih efektif.
4.
Kesulitan-kesulitan
antarpribadi dan situasi kehidupan. Para terapis membantu
pasien-pasien memperbaiki hubungan mereka dengan keluarga, teman-teman, dan
kolega-kolega seprofesi. Mereka juga membatu para pasien itu menghindari atau
mengurangi sumber-sumber stres dalam kehidupan mereka seperti tuntutan-tuntutan
pekerjaan atau konflik-konflik keluarga.
5.
Gangguan-gangguan
biomedis. Individu-individu yang mengalami kesulitan kadang-kadang
menderita gangguan-gangguan biomedis yang langsung menyebabkan atau menambah
kesulitan-kesulitan psikologis. Para terapis membantu menghilangkan
masalah-masalah ini pertama-tama dengan obat-obatan, dan kadang-kadang dengan
terapi electrokonvulsif dan/atau psikobedah (psychosurgery). Meskipun kebanyakan terapis bisa bekerja dengan
pasien-pasien dalam beberapa bidang ini, tetapi penekanannya berbeda menurut
latar belakang pendidikan terapis. Para psikoanalis, misalnya menitikberatkan
pikiran-pikiran tak sadar dan emosi; para terapi kognitif memusatkan perhatian
pada pola-pola pikiran dan kepercayaan yang salah; para terapis humanistik
berusaha mengubah respons-respons emosional negatif dari para pasien; para behavioris
(sebagaimana terkandung dalam nama itu sendiri) memusatkan perhatian pada
perubahan tingkah laku maladaptif; dan para terapis menggunakan teknik-teknik
biomedis berusaha mengubah gangguan-gangguan biologis.
§
Unsur-Unsur Psikoterapi
Masserman
telah melaporkan tujuh “parameter pengaruh” dasar yang mencakup unsur-unsur
lazim pada semua jenis psikoterapi. Dalam hal ini termasuk:
a.
peran sosial (“martabat”) psikoterapis,
b.
hubungan (persekutuan terapeutik),
c.
hak retrospeksi,
d.
re-edukasi,
e.
rehabiltasi,
f.
resosialisasi dan,
g.
rekapitulasi.
Unsur-unsur
psikoterapeutik dapat dipilih untuk masing-masing pasien dan dimodifikasi
dengan berkelanjutannya terapi.
Sumber:
Gunarsa,
Singgih D. (2007). Konseling dan
Psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia
Guze, S.R & Siegel, D.J. (1990). The handbook of psychiatry. ISBN
979-448-348-6. (diterjemahkan oleh Maulany, R.F. Jakarta: EGC, 2007)
Semium,
Yustinus, OFM. (2006). Kesehatan Mental 3.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Tidak ada komentar:
Posting Komentar